[Review] Origin - Dan Brown

Title of Book: Origin
Author: Dan Brown
Publisher: Bentang Pustaka
Publication Year: 2017
Language: Bahasa Indonesia
Translator: Ingrid Dwijani Nimpoeno, Reinitha Amalia Lasmana, & Dyah Agustine
Format: Paperback
Pages: 512

Robert Langdon diundang menghadiri acara pengungkapan penemuan Edmond Kirsch, seorang miliarder sekaligus ilmuwan komputer, di Museum Guggenheim, Spanyol. Kirsch yang ateis, sesumbar temuannya akan mengubah wajah dunia selamanya. Temuan yang diklaim akan menjawab dua pertanyaan fundamental eksistensi manusia itu digelar secara langsung melalui Internet dan disiarkan ke seluruh dunia. Namun, terjadi kekacauan. Kirsch terbunuh, sementara Langdon malah dituduh terlibat dalam pembunuhan dan menculik tunangan calon raja Spanyol. Langdon harus berkejaran dengan waktu untuk membuktikan bahwa dia tak bersalah, sekaligus mengungkap apa sebenarnya temuan Kirsch yang membuat pria itu harus kehilangan nyawa. Menyusuri koridor-koridor gelap rahasia sejarah dan agama, Langdon harus berpikir cepat untuk mengungkapkan rahasia sekaligus menghindari musuh yang sepertinya tahu segala dan mendapat dukungan dari Istana Kerajaan Spanyol.
Berhasilkah Langdon memecahkan teka-teki temuan Kirsch yang sepertinya menyalakan api konspirasi jahat di seluruh dunia? Tokoh-tokoh agama terbunuh, kaum fanatik menerbarkan ancaman, sementara musuh tersebunyi terus bisa menembak langkah mereka. Pada saat sepertinya tak ada jalan keluar, satu sosok misterius membantu Langdon di sepanjang jalan. Siapakah sosok dingin tanpa emosi ini? Akankah dia benar membantu Langdon mengungkapkan temuan Kirsch atau malah menjebak Langdon dalam kelindan konspirasi yang akan menghancurkan kemanusiaan?

-----------------------

Setelah empat tahun sejak menyusuri jalanan Florence Itali, Dan Brown kembali melanjutkan petualangan Robert Langdon. Kali ini, pembaca diajak berkeliling Spanyol untuk mencari jawaban dari dua pertanyaan fundamental manusia yaitu dari mana asal kehidupan dan kemana kita akan pergi. Secara garis besar, kisah Langdon di buku ini dimulai ketika ia diundang untuk menghadiri presentasi seorang teman sekaligus mantan muridnya yang bernama Edmond Kirsch. Dalam presentasi tersebut Edmond mengaku bahwa ia berhasil menemukan jawaban dari dua pertanyaan fundamental manusia dan bahwa jawabannya akan mengguncang fondasi agama di dunia. Namun, presentasi tidak berjalan lancar karena Edmond dibunuh sebelum ia berhasil mengungkapkan temuannya. Langdon yang menyaksikan pembunuhan seorang teman lamanya pun merasa berkewajiban untuk menyelesaikan presentasi Edmond dan mengungkapkan temuannya. Sepanjang buku Origin, kita akan menemani Langdon mencari temuan Edmond dan pengungkapan siapa dibalik pembunuhan Edmond.

Jujur, ketika pertama membaca buku ini did I expect to find the same repetitive formula as Brown’s other Langdon books? yes. Will I keep reading it though? also yes. Bahkan saya sudah mengira bahwa saya akan bosan dengan formula Dan Brown sejak Inferno. Tapi karena menurut saya ada beberapa hal yang membaik di buku Inferno, saya jadi berharap lebih dari buku ini. Ternyata ekspektasi saya tidak terpenuhi, yang ada saya malah kecewa terhadap buku ini. Seperti buku-buku sebelumnya, Robert Langdon harus memecahkan misteri dengan menyelesaikan puzzle yang ada pada karya seni di sebuah daerah ditemani oleh sidekick wanita cantik dan intelligent. Memang dibanding buku sebelumnya, kali ini Langdon harus beralih dari karya seni klasik sejenak dan fokus ke karya seni modern. Tokoh seni yang disoroti di buku ini adalah arsitek asal Spanyol, Antoni Gaudi. Tetap saja, elemen-elemen lain di buku ini sama dengan buku pendahulu, terutama sidekick wanita. Saya tidak keberatan dengan kehadiran Sienna Brooks di buku Inferno. But really, it’s getting old terutama di bagian deskripsi kecantikan Ambra Vidal. Sepenting apakah kecantikan sidekick Langdon terhadap alur cerita? Saya penasaran mungkinkah suatu saat Langdon mendapat sidekick seorang pria? atau mungkin tokoh utama di buku Dan Brown selanjutnya adalah seorang wanita?

Anyway, tema yang diangkat di buku ini adalah religion vs science. Tema ini tidak asing bagi pembaca setia Dan Brown karena memang sering diangkat di buku-buku sebelumnya. Bedanya jika di buku sebelumnya Brown berupaya menyeimbangkan agama dan sains, kali ini Brown mencoba berangan-angan apa yang akan terjadi bila salah satu lebih dominan dari yang lain. Tema yang menarik sebenarnya, terutama karena menyangkut perdebatan asal muasal kehidupan yang tidak ada habisnya. Sayangnya walaupun berbagai teori mengenai asal kehidupan sudah dijelaskan dengan bahasa yang mudah dicerna di buku ini, teori-teori tersebut dijelaskan secara berulang dan menyebabkan saya merasa bosan. Like, I get it okay; can we move on to the next important thing, please?

Selain karya seni modern, Brown memasukkan banyak unsur teknologi di buku ini yang notabene cukup relevan dengan kondisi sekarang. Entah kenapa, bagi saya Edmond Kirsch tampak seperti Elon Musk versi Dan Brown. Kehadiran Winston si kecerdasan buatan yang bertindak sebagai asisten Edmond Kirsch pun menambah pertanyaan baru yang dibahas di buku ini. Could artificial intelligence become a sentient being? Meski pada akhirnya Winston seringkali menjadi deus ex machina bagi Langdon, saya menganggap Winston sebagai nilai plus di buku ini.

All in all, it was okay. Origin cukup seru, tapi tidak wah. Yes, I can predict the ending and I’m right about it. Akhir-akhir ini saya cukup sering mengonsumsi literatur dengan bahasan men vs technology jadi saya cukup paham kemana arah Origin pada akhirnya. Bagi pembaca fanatik Dan Brown, Origin mungkin akan masuk ke dalam daftar must-read mereka. But if you’re a casual Dan Brown reader, I don’t think you’ll like this book.



https://www.goodreads.com/book/show/37766764-origin

No comments :

Post a Comment